EKSPRES GRESIK Berita Bencana Alam: Strategi Mitigasi Jangka Panjang untuk Daerah Rawan Gempa Bumi dan Tsunami

Bencana Alam: Strategi Mitigasi Jangka Panjang untuk Daerah Rawan Gempa Bumi dan Tsunami

Indonesia, yang berada di jalur Cincin Api Pasifik, secara inheren merupakan wilayah dengan kerentanan tinggi terhadap gempa bumi dan tsunami. Oleh karena itu, pembangunan berkelanjutan harus didasarkan pada Strategi Mitigasi jangka panjang yang komprehensif, tidak hanya berfokus pada respons darurat pasca-bencana. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan bahwa rata-rata kerugian ekonomi akibat bencana geologi per tahun mencapai Rp20 triliun, angka yang menuntut perubahan paradigma dari reaktif menjadi proaktif. Sebuah Strategi Mitigasi yang efektif harus mencakup tiga pilar utama: tata ruang yang ketat, peningkatan infrastruktur tahan bencana, dan edukasi publik yang berkesinambungan.

Dalam hal tata ruang, implementasi peraturan harus diperketat di wilayah pesisir dan sesar aktif. Sejak 1 Januari 2024, Pemerintah Provinsi Bangkalan telah memberlakukan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2023 yang secara spesifik melarang pembangunan permanen dalam radius 500 meter dari garis pantai di daerah rawan tsunami, serta membatasi ketinggian bangunan di atas sesar aktif. Ini adalah langkah fundamental dalam Strategi Mitigasi fisik yang bertujuan mengurangi potensi korban jiwa dan kerugian material. Di samping itu, penguatan infrastruktur menjadi krusial. Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) setempat, Ir. Budi Santoso, ST., menyatakan bahwa hingga Oktober 2025, sebanyak 75% bangunan vital publik, termasuk rumah sakit dan sekolah, telah diretrofitting untuk memenuhi standar tahan gempa 7.0 Skala Richter. Proyek ini, yang didanai melalui skema kemitraan publik-swasta, menunjukkan komitmen terhadap pembangunan yang aman dan berkelanjutan.

Pilar ketiga, yaitu edukasi, adalah pondasi untuk menciptakan kemandirian finansial dan sosial di tengah ancaman bencana. Strategi Mitigasi bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga tanggung jawab kolektif. Pelatihan evakuasi massal rutin telah diselenggarakan setiap enam bulan sekali, dengan simulasi terbaru dilakukan pada Sabtu, 14 September 2025, yang melibatkan lebih dari 10.000 warga. Pelatihan ini juga mencakup mekanisme penyelamatan diri di laut, yang penting untuk komunitas nelayan. Selain itu, kemandirian finansial masyarakat juga didorong melalui program asuransi mikro bencana. Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per 30 Juni 2025 mencatat peningkatan jumlah peserta asuransi mikro bencana di daerah rawan mencapai 40%, sebuah indikasi kesadaran kolektif untuk memitigasi risiko ekonomi pribadi. Dengan pendekatan tiga pilar ini—tata ruang yang disiplin, infrastruktur yang kuat, dan masyarakat yang teredukasi dan memiliki kemandirian finansial—dampak buruk dari guncangan alam dapat diminimalisir secara signifikan.