Kabar duka dan tragis datang dari Kutai Timur, Kalimantan Timur (Kaltim), di mana seorang bocah laki-laki berusia 12 tahun berinisial GA tewas setelah aniaya anak secara sadis oleh ayah kandungnya sendiri, Momon Susila (49), hanya karena korban menolak untuk makan. Informasi ini dikonfirmasi oleh Kapolres Kutai Timur AKBP Anggoro Wicaksono, seperti yang dilansir detikSulsel. Peristiwa yang terjadi pada Rabu (31/5/2023) ini sontak menggemparkan masyarakat dan menuai kecaman keras.
Berdasarkan kronologi yang disampaikan oleh pihak kepolisian, pelaku memaksa korban untuk makan. Lantaran korban menolak, pelaku naik pitam dan melakukan serangkaian aniaya anak fisik yang brutal. Korban dipukul menggunakan tangan kosong, ditendang, hingga dibenturkan ke dinding. Akibat luka parah yang dideritanya, nyawa GA tidak tertolong dan dinyatakan meninggal dunia.
Kapolres AKBP Anggoro Wicaksono menjelaskan bahwa pihaknya menerima laporan dari masyarakat terkait kejadian tersebut dan segera mengamankan pelaku. Saat ini, Momon Susila telah ditetapkan sebagai tersangka dan sedang menjalani pemeriksaan intensif untuk mengetahui motif sebenarnya di balik tindakan kejinya. Polisi juga telah melakukan visum terhadap jenazah korban untuk mengetahui secara pasti penyebab kematiannya.
Kasus kekerasan terhadap anak yang berujung pada kematian ini menjadi tragedi yang sangat memilukan dan menambah daftar panjang kasus serupa di Indonesia. Tindakan pelaku yang seharusnya menjadi pelindung bagi anaknya justru menjadi penyebab hilangnya nyawa sang buah hati hanya karena persoalan sepele.
Pihak kepolisian menegaskan akan menjerat pelaku dengan pasal berlapis terkait kekerasan terhadap anak di bawah umur yang menyebabkan kematian. Langkah tegas ini diharapkan dapat memberikan keadilan bagi korban dan menjadi peringatan keras bagi orang tua lainnya untuk tidak melakukan kekerasan dalam mendidik anak.
Pemerintah daerah, dinas sosial, dan lembaga perlindungan anak di Kalimantan Timur diharapkan dapat memberikan pendampingan psikologis dan dukungan kepada keluarga korban yang ditinggalkan. Selain itu, sosialisasi mengenai pola asuh positif dan cara mengelola emosi tanpa kekerasan perlu terus digencarkan di masyarakat.
Tragedi ini menjadi pengingat yang menyakitkan akan pentingnya menciptakan lingkungan keluarga yang penuh kasih sayang dan bebas dari kekerasan demi tumbuh kembang anak yang optimal.